Minggu, 13 November 2011

Dampak globalisasi dan teknologi bagi kebudayaan


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan tugas ilmi social dasar yag berjudul PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN. Makalah ini diajukan guna memenuhi tuga mta kuliah ilmu social dasar (soft skill).
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia.
Globalisasi yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka. Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan nama globalisasi.
B. GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI INDONESIA
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti.. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.
C. PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI ; KESENIAN YANG BERTAHAN DAN YANG TERSISIHKAN
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.
E. TINDAKAN YANG MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN DAN CARA MENGANTISIPASI ADANYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN
Peran kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada cultural atau budaya dapat dikatakan merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya yang berjudul ‘Cultural Policy And The Performing Arts In South-East Asia’, mengungkapkan kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara efektif mengubah dan merusak seni-seni pertunjukan tradisional, baik melalui campur tangan, penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak ada perhatian yang diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks kultural. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja dalam pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian (oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik. Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang millenium baru seperti saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus beradaptasi dengannya karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa teknologi komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat besar bagi terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata. Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak budaya ini memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang terlibat dalam proses ini. Kesenian bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat global namun tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya yang begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset kekayaan kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau slogan para pemegang kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka keperluan turisme, politik dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional yang dilakukan lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan, baik dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat memungkinkan keberadaan dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang dengan sebelah mata oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang merupakan imbas dari budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja
Demikian yang bisa saya simpulkan, semoga makalh ini bermanfaat bagimasyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada umumnya. Apabila makalah initerdapat kekurangan maupun kesalahan dalam penulisan/pembahasan saya mengucapkan mohon maaf.
Refrensi:
1. Kuntowijoyo, Budaya Elite dan Budaya Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997.
2. Sapardi Djoko Damono, Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997.
3. Fuad Hassan. “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”. Dalam http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm, didownload 7/15/04.
4. Koenjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
5. Adeney, Bernard T. 1995. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Al-Hadar Smith, “Syariah dan Tradisi Syi’ah Ternate”, dalam http://alhuda.or.id/rub_budaya.htm , didown load 7/15/04.
6. http://www.google=pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah.com/

kebudayaan suatu daerah

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan tugas ilmi social dasar yag berjudul KEBUDAYAAN SUATU DAERAH. Makalah ini diajukan guna memenuhi tuga mta kuliah ilmu social dasar (soft skill).
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat Provinsi di Indonesia yang meliputi [Negara] Kesultanan Yogyakarta dan [Negara] Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2[5].
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang menyebabkan sering terjadinya penyingkatan nomenkaltur menjadi DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa ini sering diidentikkan dengan kota Yogyakarta sehingga secara kurang tepat disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta. Walaupun memiliki luas terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional dan internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah terparah akibat bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 dan erupsi Gunung Merapi pada medio Oktober-November 2010.
Asal Usul (Origins)

[6] Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755, sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan dan Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri yang dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik yang terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad 1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan Belanda, Inggris, maupun Jepang. Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan asli), wilayah dan penduduknya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam:
  1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
  2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah).
  3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting. Terbukti pada tanggal 4 Januari 1946 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949[7] pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam IX, yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.
Visi dan Misi
Dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Visi DIY 2020
Terwujudnya pembangunan Regional sebagai wahana menuju pada kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2020 sebagai pusat pendidikan, budaya dan Daerah tujuan wisata terkemuka, dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir batin didukung oleh nilai-nilai kejuangan dan pemerintah yang bersih dalam pemerintahan yang baik dengan mengembangkan Ketahanan Sosial Budaya dan sumberdaya berkelanjutan.
Visi antara 2009-2013
Pemerintah Daerah yang katalistik dan masyarakat yang mandiri berbasis kekuatan ekonomi lokal dan sumberdaya manusia yang profesional dan beretika.
Misi antara 2009-2013
  1. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, cerdas, profesional, humanis dan beretika dalam mendukung terwujudnya budaya yang adiluhung.
  2. Menguatkan fondasi kelembagaan dan memantapkan struktur ekonomi daerah berbasis pariwisata yang didukung potensi lokal dengan semangat kerakyatan menuju masyarakat yang sejahtera.
  3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tata kelola pemerintahan yang berbasis Good Governance.
  4. Memantapkan prasarana dan sarana daerah dalam upaya meningkatkan pelayanan publik.
Kondisi Geografi

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
[8] DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa
Rupa bumi yang berbentuk gunung api, secara geografis terletak pada 7o3’-8o12’ Lintang Selatan dan 110o00’-110o50’ Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.
Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Dataran Pantai Parangtritis
Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antar wilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang.
Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS Progo di barat dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang, Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong, Sungai Opak, dan Sungai Oya.
Perekonomian

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Pasar tradisional sebagai pusat perekonomian yang berbasis kerakyatan
Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi sektor Investasi; Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM; Pertanian; Ketahanan Pangan; Kehutanan dan Perkebunan; Perikanan dan Kelautan; Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Pariwisata.
Penanaman Modal dan Industri
Penanaman Modal di DIY dilaksanakan melalui program peningkatan promosi dan kerjasama investasi serta program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi. Capaian investasi total pada tahun 2010 mencapai Rp 4.580.972.827.244,00 dengan rincian PMDN sebesar Rp 1.884.925.869.797,00 dan PMA sebesar 2.696.046.957.447,00 [9]. Unit usaha di DIY di tahun 2010 ada sekitar 78.122 unit dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 292.625 orang dan nilai investasi sebesar Rp. 878.063.496.000,00 [10].
Perdagangan dan UKM
[11] Varian produk ekspor DIY andalan meliputi produk olahan kulit, tekstil dan kayu. Pakaian jadi tekstil dan mebel kayu merupakan produk yang mempunyai nilai ekspor tertinggi. Namun demikian secara umum ekspor ke mancanegara didominasi oleh produk-produk yang dihasilkan dengan nilai seni dan kreatif tinggi yang padat karya (labor intensive). Program pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM di DIY, salah satunya adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan menengah yang disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah pusat. Salah satu upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra) karena upaya ini lebih efektif dan efisien, di samping itu dengan sentra akan banyak melibatkan usaha mikro dan kecil. Pada 2010 tercatat koperasi aktif sebanyak 1.926 koperasi dan UKM tercatat 13.998 unit usaha[12].
Pertanian dan kehutanan

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Pertanian tetap menjadi andalan
[13] Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di Provinsi DIY yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu wilayah. Pada 2010 NTP sebesar 112,74% [14]. Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak asasi manusia. Secara umum ketersediaan pangan di Provinsi DIY cukup karena berkaitan dengan musim panen sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan di DIY dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk perikanan tangkap dilakukan melalui pengembangan pelabuhan perikanan Sadeng dan Glagah. Produksi perikanan budidaya tahun 2010 mencapai 39.032 ton dan perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan konsumsi ikan sebesar 22,06 kg/kap/tahun[15].
Hutan di Provinsi DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan di DIY pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar 9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94% [16]. Sektor perkebunan, dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial di DIY adalah kelapa dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam rangka pengutuhan tanaman memenuhi skala ekonomi serta peningkatan produksi, produktifitas dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan pendapatan petani.
ESDM
[17] Sumber daya mineral atau tambang yang ada di DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu bara ini sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo . Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik, minyak dan gas di Provinsi DIY dipasok oleh PT. PLN dan PT Pertamina
Pariwisata

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Museum Hamengku Buwono IX di dalam kompleks Keraton Yogyakarta, sebuah tujuan wisata
[18] Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya obyek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Pada 2010 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian 152.843 dari mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara[19]. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran. Tercatat ada 37 hotel berbintang dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada 2010. Adapaun penyelenggaraan MICEsebanyak 4.509 kali per tahun atau sekitar 12 kali per hari[20]. Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan. Pada tahun 2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51 diantaranya yang layak dikunjungi. Tiga desa wisata di kabupaten Sleman hancur terkena erupsi gunung Merapi sedang 14 lainnya rusak ringan [21].
Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi obyek wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; serta pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat signifikan.
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi Kependudukan; Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kesejahteraan Sosial; Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan
Kependudukan dan tenaga kerja

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Aktifitas penduduk
[22]Laju pertumbuhan penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak 135.915 jiwa atau kenaikan rata-rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk di DIY menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 72,4 tahun pada tahun 2002 menjadi 72,9 tahun pada tahun 2005. Ditinjau dari sisi distribusi penduduk menurut usia, terlihat kecenderungan yang semakin meningkat pada penduduk usia di atas 60 tahun.
Proporsi distribusi peduduk berdasarkan usia produktif memiliki akibat pada sektor tenaga kerja. Angkatan kerja di DIY pada 2010 sebesar 71,41%[23]. Di sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor pertanian kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Sektor yang potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor perdagangan dan industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan. Pengangguran di DIY menjadi problematika sosial yang cukup serius karena karakter pengangguran DIY menyangkut sebagian tenaga-tenaga profesional dengan tingkat pendidikan tinggi.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah kependudukan dan ketenagakerjaan adalah dengan mengadakan program transmigrasi. Pelaksanaan pemberangkatan transmigran asal DIY sampai pada tahun 2008 melalui program transmigrasi sejumlah 76.495 Kk atau 274.926 Jiwa. Ditinjau dari pola transmigrasi sudah mencerminkan partisipasi dan keswadayaan masyarakat, melalui Transmigrasi Umum (TU), Transmigrasi Swakarsa Berbantuan (TSB) dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Untuk pensebarannya sudah mencakup hampir seluruh Provinsi. Rasio jumlah tansmigran swakarsa mandiri pada 2010 mencapai 20% dari total transmigran yang diberangkatkan[24].
Kesejahteraan dan kesehatan

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Pendidikan untuk semua
[25]Sebagai salah satu aspek yang penting dalam kehidupan, pembangunan kesehatan menjadi salah satu instrumen di dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007 jumlah keluarga miskin sebanyak 275.110 RTM dan menerima bantuan raskin dari pemerintah pusat (meningkat 27 persen dibanding periode tahun 2006 sebanyak 216.536 RTM). Penduduk DIY menurut tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada tahun 2007 kelompok pra sejahtera 21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II 23,69%; Sejahtera III 26,83%; dan Sejahtera III plus 5,66% . Tingkat kesejahteraan pada tahun 2010 meningkat dengan penurunan persentase penduduk miskin menjadi 16,83%[26].
Arah pembangunan kesehatan di DIY secara umum adalah untuk mewujudkan Provinsi DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang tinggi tidak hanya dalam batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran internasional khususnya Asia Tenggara dengan mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikan DIY sebagai pusat mutu dalam pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan kesehatan serta konsultasi kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2010 menempatkan DIY sebagai provinsi dengan indikator kesehatan terbaik dan paling siap dalam mencapai MDG’s[27].
Pada tahun 2010 capaian indikator kesehatan untuk umur harapan hidup berada pada level usia 74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar 18/1000 KH, angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH, dan angka kematian ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH. Prevalensi gizi buruk sebesar 0.70%, Cakupan Rawat Jalan Puskesmas 16% sedangkan Cakupan Rawat Inap Rumah Sakit sebesar 1,32%[28].
Dari 118 Puskesmas, 20% puskesmas telah menerapkan sistern manajemen mutu melalui pendekatan ISO 9001:200; 7% rumah sakit telah menerapkan ISO 9001:200; 25% rumah sakit di DIY telah terakreditasi dengan 5 standar; 17% RS terakreditasi dengan 12 standar; dan 5% RS telah terakreditasi dengan 16 standar pelayanan. Sarana pelayanan kesehatan yang memiliki unit pelayanan gawat darurat meningkat menjadi 40% dan RS dengan pelayanan kesehatan jiwa meningkat menjadi 9%. Meskipun demikian cakupan rawat jalan tahun 2006 baru mencapai 10% (nasional 15%) sementara untuk rawat inap 1,2% (nasional 1,5%). Rasio pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah mencapai 100%. Rasio dokter umum per 100.000 penduduk menunjukkan tren meningkat sebesar 39,64 pada tahun 2006. Adapun program jamkesos tahun 2010 dianggarkan Rp. 34.978.592.000,00[29].
Penyakit jantung dan stroke telah menjadi pembunuh nomor satu di DIY sementara faktor risiko penyakit jantung penduduk DIY ternyata cukup tinggi. Rumah tangga di DIY yang tidak bebas asap rokok sebesar 56%, sedangkan remaja yang perokok aktif sebesar 9,3%. Sebanyak 52% penduduk DIY kurang melakukan aktifitas olahraga dan hanya 19,8% penduduk DIY yang mengkonsumsi serat mencukupi. Dalam tiga tahun terakhir angka obesitas pada anak-anak di DIY meningkat hampir 7%.
Pendidikan
[30]Penyebaran sekolah untuk jenjang SD/MI sampai Sekolah Menengah sudah merata dan menjangkau seluruh wilayah sampai ke pelosok desa. Jumlah SD/MI yang ada di Provinsi DIY pada tahun 2008 adalah sejumlah 2.035, SMP/MTs/SMP Terbuka sejumlah 529, dan SMA/MA/SMK sejumlah 381 sekolah negeri maupun swasta. Ketersediaan ruang belajar dapat dikatakan sudah memadai dengan rasio siswa per kelas untuk SD/MI : 22, SMP/MTs : 33, SMA/MA/SMK : 31. Sedangkan tingkat ketersediaan guru di Provinsi DIY juga cukup memadai dengan rasio siswa per guru untuk SD/MI: 13, SMP/MTs: 11, SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010 pembinaan guru jenjang SD/MI sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 24.093 guru. Jenjang SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 12.971 guru. Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 15.067 guru[31].
Para lulusan jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke SMP/MTs, sejalan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang dicanangkan pemerintah. Pada tahun 2010, angka kelulusan SD/MI mencapai 96,47%, SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar 88,98%. Sedangkan angka putus sekolah di tahun yang sama sebesar 0,07% untuk SD/MI; 0,17% untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK[32]. Sementara itu jumlah perguruan tinggi di Provinsi DIY baik negeri, swasta maupun kedinasan seluruhnya sebanyak 136 institusi dengan rincian 21 universitas, 5 institut, 41 sekolah tinggi, 8 politeknik dan 61 akademi yang diasuh oleh 9.736 dosen.
Kebudayaan

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Wujud cagar budaya yang masih dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Hindu Indonesia
[33]DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik) maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat tradisi. Selain itu, Provinsi DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua diantaranya yaitu museum Ullen Sentalu dan museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase benda cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, seangkan kunjungan ke museum mencapai 6,42%[34].
Keagamaan
[35]Penduduk DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 90,96%, selebihnya beragama Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sarana ibadah terus mengalami perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari 6214 masjid, 3413 langgar, 1877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25 kuil/pura dan 24 vihara/klenteng. Jumlah pondok pesantren pada tahun 2006 sebanyak 260, dengan 260 kyai dan 2.694 ustadz serta 38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah baik negeri maupun swasta terdiri dari 148 madrasah ibtidaiyah, 84 madrasah tsanawiyah dan 35 madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan juga dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji.
Tata Ruang dan Infrastruktur

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Tugu Pal Putih, salah satu landmark tertua yang menandai tata ruang DIY, Gunung Merapi-Tugu-Keraton-Panggung Krapyak-Laut selatan
Kondisi bentang alam DIY yang beragam dan aspek filosofi kebudayaan mempengaruhi pengembangan tata ruang/wilayah dan pembangunan infrastruktur di DIY.
Tata ruang
[36]Model yang digunakan dalam tata ruang wilayah DIY adalah corridor development atau disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu koridor tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta dan jalan koridor sekitarnya. Dalam konteks ini, aspek pengendalian dan pengarahan pembangunan dilakukan lebih menonjol dalam koridor prioritas, terhadap kegiatan investasi swasta, dibandingkan dengan investasi pembangunan oleh pemerintah yang dengan sendirinya harus terkendali. Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah DIY, maka diarahkan pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain Pusat Kegiatan Nasional (PKN)/Kota Yogyakarta, Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, PKW Bantul, dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Prov DIY 2009-2029 mengatur pengembangan tata ruang di DIY. Penataan ruang ini juga memiliki keterkaitan dengan mitigasi bencana di DIY.
Prasarana
[37]Prasarana jalan yang tersedia di Provinsi DIY tahun 2007 meliputi Jalan Nasional (168,81 Km), Jalan Provinsi (690,25 Km), dan Jalan Kabupaten (3.968,88 Km), dengan jumlah jembatan yang tersedia sebanyak 114 buah dengan total panjang 4.664,13 meter untuk jembatan nasional dan 215 buah dengan total panjang 4.991,3 meter untuk jembatan provinsi. Di wilayah perkotaan, dengan kondisi kendaraan bermotor yang semakin meningkat (rata-rata tumbuh 13% per tahun), sedangkan kondisi jalan terbatas, maka telah mengakibatkan terjadinya kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas dan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terus meningkat setiap tahun.
Transportasi

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Salah satu transportasi yang dikembangkan di DIY
[38]Pelayanan angkutan kereta api pemberangkatan dan kedatangan berpusat di Stasiun Kereta Api Tugu untuk kelas eksekutif dan bisnis, sedangkan Stasiun Lempuyangan untuk melayani angkutan penumpang kelas ekonomi dan barang. Saat ini untuk meningkatkan layanan jalur Timur-Barat sudah dibangun jalur ganda (double track) dari Stasiun Solo Balapan sampai Stasiun Kutoarjo. Berkaitan dengan keselamatan lalulintas, permasalahan yang berkaitan dengan layanan angkutan kereta api antara lain masih banyak perlintasan yang tidak dijaga. Selain kerata api, Pemprov DIY mengembangkan layanan Bus Trans Jogja yang menjadi prototipe layanan angkutan massal di masa mendatang.
Untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan, Waduk Sermo yang terletak di Kabupaten Kulon Progo yang memiliki luas areal 1,57 km2 dan mempunyai keliling ± 20 km menyebabkan terpisahnya hubungan lintas darat antara desa di sisi waduk dengan desa lain di seberangnya. Di sektor transportasi laut di Provinsi DIY terdapat Tempat Pendaratan Kapal (TPK) yang berfungsi sebagai pendaratan kapal pendaratan pencari ikan dan tempat wisata pantai. Terdapat 19 titik TPK yang dilayani oleh ± 450 kapal nelayan.
Di sektor transportasi udara, Bandara Adisutjipto yang telah menjadi bandara internasional sejak 2004 menjadi pintu masuk transportasi udara bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik domestik maupun internasional. Keterbatasan fasilitas sisi udara dan darat yang berada di Bandara Adisutjipto menyebabkan fungsi Bandara Adisutjipto sebagai gerbang wilayah selatan Pulau Jawa tidak dapat optimal. Status bandara yang “enclave civil” menyebabkan landas pacu yang ada dimanfaatkan untuk dua kepentingan yakni penerbangan sipil dan latihan terbang militer.
Mitigasi Bencana

Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Korban harta benda di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi
[39]Terkait dengan potensi bencana alam, penanggulangan bencana memegang peranan yang sangat penting, baik pada saat sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bencana dapat dilihat sebagai interaksi antara ancaman bahaya dengan kerentanan masyarakat dan kurangnya kapasitas untuk menangkalnya. Penanggulangan bencana diarahkan pada bagaimana mengelola risiko bencana sehingga dampak bencana dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali.
Secara geologis DIY merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam. Potensi bencana alam yang berkaitan dengan bahaya geologi yang meliputi:
  1. Bahaya alam Gunung Merapi, mengancam wilayah Kabupaten Sleman bagian utara dan wilayah-wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi;
  2. Bahaya gerakan tanah/batuan dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng Pegunungan Kulon Progo yang mengancam di wilayah Kulon Progo bagian utara dan barat, serta pada lereng Pengunungan Selatan (Baturagung) yang mengancam wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian utara dan bagian timur wilayah Kabupaten Bantul.
  3. Bahaya banjir, terutama berpotensi mengancam daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul;
  4. Bahaya kekeringan berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian selatan, khususnya pada kawasan bentang alam karst;
  5. Bahaya tsunami, berpotensi terjadi di daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul, khususnya pada pantai dengan elevasi (ketinggian) kurang dari 30m dari permukaan air laut.
  6. Bahaya alam akibat angin berpotensi terjadi di wilayah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan daerah-daerah Kabupaten Sleman bagian utara, serta wilayah perkotaan Yogyakarta;
  7. Bahaya gempa bumi, berpotensi terjadi di wilayah DIY, baik gempa bumi tektonik maupun vulkanik. Gempa bumi tektonik berpotensi terjadi karena wilayah DIY berdekatan dengan kawasan tumbukan lempeng (subduction zone) di dasar Samudra Indonesia yang berada di sebelah selatan DIY. Selain itu secara geologi di wilayah DIY terdapat beberapa patahan yang diduga aktif. Wilayah dataran rendah yang tersusun oleh sedimen lepas, terutama hasil endapan sungai, merupakan wilayah yang rentan mengalami goncangan akibat gempa bumi.

http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.pngDemikian yang bisa saya simpulkan, semoga makalah ini bermanfaat bagimasyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada umumnya. Apabila makalah initerdapat kekurangan maupun kesalahan dalam penulisan/pembahasan saya mengucapkan mohon maaf.


Refrensi: